Istilah kewarganegaraan berasal dari
kata warga negara yang secara singkat berarti sekelompok manusia yang menjadi
anggota suatu negara. Dalam pengertian secara umum dinyatakan bahwa warga
negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap
negaranya dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik
terhadap negaranya. Hak dan kewajiban warga negara terhadap negara diatur dalam
UDD 1945 dan berbagai peraturan di bawahnya. Dalam UUD 1945 memuat tentang hak
asasi manusia, yaitu kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak
memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. Seperti setiap warga
negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara dan setiap warganegara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Kemampuan warga negara suatu negara
untuk hidup berguna dan bermakna sangat memerlukan pembekalan masa depannya.
Pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi serta seni (IPTEKS) yang berlandaskan
nilai-nilai keagamaan atau nilai religius dan nilai budaya bangsa sebagai
panduan atau petunjuk kehidupan bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan
bernegara. Semangat perjuangan bangsa merupakan kekuatan mental spiritual yang
dapat melahirkan sikap dan perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan
kekuatan, kesanggupan dan kemauan yang luar biasa.
Embrio konsepsi (pemikiran) mengapa
Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi, semata-mata
diupayakan dalam menjawab tantangan regenerasi. Yaitu suatu proses penyiapan
generasi muda yang pada gilirannya akan mengganti sebagai pemegang tumpuk
kepemimpinan nasional. Proses regenerasi berjalan dalam proses alamiah yang
persiapannya memerlukan waktu yang relative panjang. Konsep regenerasi tidak hanyab
upaya penyiapan kepemimpinan secara biologis (perkembangan fisik dan usia),
melainkan lebih ditekankan pada proses penyiapan “mentalitas” generasi muda
yang benar-benar mampu meminpin bangsa ini, mengganti para generasi
pendahulunya (Hakim, 2014) .
Sebagai rasional penetapan Pendidikan
Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi, didasarkan pada tingkat
perkembangan kepribadian mahasiswa yang secara kualitas dapat diamati dalam
kehidupan mereka. Ada perbedaan penampilan sebagai cerminan kepribadiannya,
antara yang ditampilkan oleh mahasiswa dengan penampilan pemuda lain, misalnya
pelajar. Apabila dilihat dari pola pemikirannya, kedua pemuda ini memiliki
“daya kritis”, namun sifat kekritisan mereka berbeda. Sifat kritis seorang
pelajar masih Nampak cenderung kea rah kritis yang emosional, sedangkan
mahasiswa telah mampu menampilkan pola piker yang bersifat kritis rasional.
Dengan mengandalkan kemampuan
penalarannya, mahasiswa dipandang telah mampu menyelesaikan segala persoalan
yang timbul dalamkehidupannya. Inipun muncul sebagai suatu kewajaran, karena
kehidupan mahasiswa paling tidak didukung oleh lingkungannya, yaitu lingkungan
kampus sebagai masyarakat ilmiah dan berada dalam naungan Perguruan Tinggi
sebagai lembaga ilmiahnya.Itulah sebabnya, mahasiswa diprediksi lebih mampu
mengekspresikan diri untuk berpikir ilmiah ketimbangpemuda yang lain.
Oleh karena itu, pilihan Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi bukan hanya retorika, namun didasarkan atas
totalitas kepribadian yang melekat pada diri mahasiswa yang dipandang layak
dalam mendukung upaya percepatan program regenerasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar