Selasa, 28 April 2015

Rasional Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi

Istilah kewarganegaraan berasal dari kata warga negara yang secara singkat berarti sekelompok manusia yang menjadi anggota suatu negara. Dalam pengertian secara umum dinyatakan bahwa warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Hak dan kewajiban warga negara terhadap negara diatur dalam UDD 1945 dan berbagai peraturan di bawahnya. Dalam UUD 1945 memuat tentang hak asasi manusia, yaitu kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. Seperti setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara dan setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Kemampuan warga negara suatu negara untuk hidup berguna dan bermakna sangat memerlukan pembekalan masa depannya. Pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi serta seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan atau nilai religius dan nilai budaya bangsa sebagai panduan atau petunjuk kehidupan bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa merupakan kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap dan perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan dan kemauan yang luar biasa.
Embrio konsepsi (pemikiran) mengapa Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi, semata-mata diupayakan dalam menjawab tantangan regenerasi. Yaitu suatu proses penyiapan generasi muda yang pada gilirannya akan mengganti sebagai pemegang tumpuk kepemimpinan nasional. Proses regenerasi berjalan dalam proses alamiah yang persiapannya memerlukan waktu yang relative panjang. Konsep regenerasi tidak hanyab upaya penyiapan kepemimpinan secara biologis (perkembangan fisik dan usia), melainkan lebih ditekankan pada proses penyiapan “mentalitas” generasi muda yang benar-benar mampu meminpin bangsa ini, mengganti para generasi pendahulunya (Hakim, 2014).
Sebagai rasional penetapan Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi, didasarkan pada tingkat perkembangan kepribadian mahasiswa yang secara kualitas dapat diamati dalam kehidupan mereka. Ada perbedaan penampilan sebagai cerminan kepribadiannya, antara yang ditampilkan oleh mahasiswa dengan penampilan pemuda lain, misalnya pelajar. Apabila dilihat dari pola pemikirannya, kedua pemuda ini memiliki “daya kritis”, namun sifat kekritisan mereka berbeda. Sifat kritis seorang pelajar masih Nampak cenderung kea rah kritis yang emosional, sedangkan mahasiswa telah mampu menampilkan pola piker yang bersifat kritis rasional.
Dengan mengandalkan kemampuan penalarannya, mahasiswa dipandang telah mampu menyelesaikan segala persoalan yang timbul dalamkehidupannya. Inipun muncul sebagai suatu kewajaran, karena kehidupan mahasiswa paling tidak didukung oleh lingkungannya, yaitu lingkungan kampus sebagai masyarakat ilmiah dan berada dalam naungan Perguruan Tinggi sebagai lembaga ilmiahnya.Itulah sebabnya, mahasiswa diprediksi lebih mampu mengekspresikan diri untuk berpikir ilmiah ketimbangpemuda yang lain.

Oleh karena itu, pilihan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi bukan hanya retorika, namun didasarkan atas totalitas kepribadian yang melekat pada diri mahasiswa yang dipandang layak dalam mendukung upaya percepatan program regenerasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar